Rabu, 17 Desember 2008

Nunukan , Catatan ringan yang hampir terlupakan

3 Keajaiban Kabupaten Nunukan : data tidak resmi Muri (Musium Republik Indonesia)

1, Sebagai halaman depan NKRI, siapa sih yang meragukan ini

2,Kabupaten Kemanusian sebagai tempat transit dan reuni para pahlawan devisa, Kita sudah lihat dan rasakan buah pahit manis perjuangannya

3. Kabupaten yang menyiapkan oksigen sebagai paru - paru kiri dunia , ....ya kanannya... kan... ada di Malinau sebagai Kabupaten Konservasi

Kenapa ya Nunukan berlum banyak di elus..............

Aku sih cuma minta Nunukan di Formatkan sebagai satu dari 3 keinginan KITA

1. KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) : Kekhususan apa ?... banyak lah
2. KAWASAN PERBATASAN : lembaga di lapangan, yang melaksanakan orang di lapangan
3. Dewan Pengelola Perbatasan Di Provinsi :apa bisa seperti BATAM ...bisalah asal mau

  • Dewan Kawasan ,Gubernur dan Muspida
  • Badan Pengelola Perbatasan 2 atau 3 badan / organ
  • Keamanan dan perekonomian jasi satu aja Security plus walfarenya ...bisa kan pak
  • Dewan Kebijakan perbatasan.

(Catatan Ilham Zain)


Urgensi Kaltara dan Sinergitas Hanneg dan Kesejahteraan Warga Perbatasan

Urgensi Kaltara dan Sinergitas Hanneg dan Kesejahteraan Warga Perbatasan 

Oleh : Ilham Zain (Ketua PPM Kab. Nunukan)


Suatu saat di Bulan Juni 2002, ketika penulis menemani perjalanan Gubernur Lemhanas Prof. DR. Ermaya, M.Sc. dan beberapa orang Perwira Tinggi TNI dalam rangka tugas khusus yang diberikan oleh Presiden Megawati. Rombongan penting ini bertujuan untuk melihat dari dekat kondisi ril perbatasan dan potensi lainnya, termasuk celah Sipadan dan Ligitan yang konon kaya akan kandungan minyak.  

Bersama rombongan ini Penulis mendapatkan pelajaran dan gambaran potret buruk perjalanan bangsa ini. Sesampainya rombongan di Pulau Sipadan dan Ligitan (ketika itu baru saja lepas dari pangkuan Ibu Pertiwi) nampaklah bahwa teritorial republik ini pada dasarnya rawan dengan statusnya sendiri. Kenapa bisa begitu? Karena kita yang mempunyai batas laut yang luas tidak berpintu ini hanya di jaga oleh personil TNI yang minim akan semua fasilitas untuk sebuah Negara yang kaya dan luas.  

Padahal sebenarnya wilayah ini adalah notabene garda terdepan penjaga kedaulatan di perairan laut dan darat negara. Maka untuk kepentingan menjaga kewibawaan dan kedaulatan negara ini apakah cukup bila TNI hanya dibekali dengan senjata dan peralatan tempur yang sederhana dan operasional yang sangat minim.  

Pada persoalan lainnya, kita juga dihadapkan pada kerakusan dan ketamakan terhadap alam oleh bangsa sendiri. Seperti kasus P. Sebaik yang luas awal 70 hektar di Tanjung Balai Karimun sekarang ini hanya tinggal 10 hektar akibat tanah dan pasirnya di jual ke Singapura, negara tetangga yang lebih maju dan makmur. Ini adalah sebuah ironi yang selalu saja terus mengahantui saya untuk membuat tulisan seperti ini.

Saya jadi teringat rumusan Schwarzenberger, seorang ahli Hukum Internasional yang merumuskan bahwa sebagian besar hubungan Internasional ditentukan oleh kekuatan politik (power politics). Dan hukum Internasional itu tugasnya hanya merumuskan hasil–hasil yang sudah dicapai oleh negara-negara dalam perjuangan politik Internasionalnya.  

Hal inilah yang sudah dibuktikan oleh Pemerintah Malaysia, yaitu dengan menggarap secara sistimatis dan efisien potensi kedua pulau itu. Selain itu, kita bisa lihat para prajuritnya dalam menjaga kedaulatan wilayahnya dibekali dengan persenjataan yang berteknologi standar dunia. Dimana–mana kita juga mudah sekali merasakan dan melihat infrastruktur ekonomi yang dibangun dari ibukota negaranya sampai pada tingkat lokal dengan kesungguhan dan niat yang terpadu dengan kebanggaan sebagai negara makmur.

Beberapa tahun kemudian , ketika perpres 19 tahun 2006 muncul, dengan konsep pembangunan perbatasan dan pulau terluarnya, seberkas harapan menyeruak seiring kedatangan rombongan 12 kementerian yang berkunjung ke Nunukan. Kunjungan itu dilakukan beberapa bulan terakhir dengan membawa kesiapan program membangun infrastruktur perbatasan yang selama ini tidak kita temui di daerah perbatasan.  

Seperti yang terlintas dalam fikiran saya bagaimana mungkin konsep yang idial ini baru bisa ditangkap dan diterjemahkan Pemerintah Jakarta setelah sekian lama kita merdeka, padahal sudah selayaknya Pembangunan Nasional dan pembangunan di daerah harus diidentikan dengan dua mata uang logam yang saling menyatu.  

Pembangunan di daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan sebaliknya. Pembangunan juga diarahkan untuk mengembangkan daerah dan menyelaraskan secara bertanggung jawab laju pertumbuhan antar daerah, antar kota dan desa, antar sektor. Pembangunan juga didasari oleh pembukaan dan percepatan pembangunan kawasan suatu daerah dari sisi pengembangan potensi ekonomi, potensi SDA (suistanable development) maupun titik tolak dari potensi kesejarahan yang memang sudah lama mewarnai lahir dan berkembangnya suatu kota/daerah.  

Apalagi saat sekarang ini dengan adanya asumsi bahwa potensi konflik suatu daerah (konflik horizontal nasional atau konflik antar negara) dapat memicu menjadi persoalan yang semakin besar, bak bola salju, yaitu mengarah pada disintegrasi bangsa.

Oleh karenanya daerah perbatasan, daerah terpencil, daerah krisis daerah minus harus dapat berkembang sesuai dengan prioritas dan potensi daerah itu sebagai suatu kesatuan yang terintegrasi. Posisi geo-posisi dan geo-strategsi RI yang diapit oleh dua benua, mempunyai batas wilayah internasional dengan 10 negara tetangga. Perbatasan didarat terdiri dari 3 (tiga) negara yaitu Malaysia, PNG, dan Timor Leste. Sedangkan sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) Indonesia mempunyai batas maritim berupa batas wilayah (territorial), batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekseklusif (ZEE) dengan sepuluh negara yaitu India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Palau, PNG, Timor Leste, dan Australia. 

Kenyataannya sampai saat ini walaupun sudah 3 dasawarsa kemerdekaan Indonesia dan sudah 6 kali pergantian pucuk pimpinan nasional, namun harus diakui bahwa pengelolaan batas wilayah negara baik batas darat maupun batas di laut belumlah tuntas sepenuhnya. Di dalamnya masih penuh dengan permasalahan-permasalahan. Seperti illegal fishing; illegal loging; illegal trading; trafficking; peredaran obat-obatan terlarang, jalur dan lintas terorisme, uang palsu dan gangguan keamanan lainnya


Pidato Presiden RI pada sidang Paripurna DPD-RI tanggal 23 Agustus 2005 tentang Pembangunan Kawasan Perbatasan mengatakan bahwa : “Khusus untuk kawasan-kawasan perbatasan darat dengan negara tetangga, akan dikembangkan pembangunan secara terpadu dengan mengintegrasikan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan keamanan (security approach). 

Pembangunan Kawasan perbatasan juga sudah diatur di dalam Peraturan Presiden RI Nomor 19 tahun 2006 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2007; dimana Pembangunan Daerah Perbatasan merupakan salah satu prioritas dari 9 bentuk prioritas pembangunan pada tahun 2007.
Kedua langkah strategis tersebut merupakan komitmen politik negara dalam pembangunan Kawasan Perbatasan dalam menjaga dan pengamanan bangsa ini sebagai negara yang berdaulat dalam kerangka keutuhan NKRI.


IMPLEMENTASI DAN URGENSI 

Terbentuknya kelembagaan, adanya kesepakatan pendanaan dalam pengelolaan perbatasan dalam satu tim, sudah menunjukkan adanya tanda-tanda ke arah yang lebih baik. Namun demikian, dalam rangka lebih efektifnya pembangunan kawasan perbatasan mau tidak mau saat ini pemekaran wilayah Kalimantan Timur menjadi prioritas utama yang tidak bisa disumbat. Apalagi bila hanya melihat dari alasan bahwa keinginan provinsi Kaltara ini hanyalah keinginan elit politik tertentu saja.  

Namun dengan luas Kaltim yang 245.237,8 Km2 atau 12 % dari luas daerah Indonesia (dari 3 Provinsi) , mau tidak mau harus kita uji kembali. Artinya ada alasan lain yang lebih penting dari sekedar alasan tendensius seperti itu yaitu Negara kita yang luas ini perlu disederhanakan persoalannya agar manajemen pengelolaannya lebih fokus dan serius. Karena tidak ada satupun Pemerintah suatu Negara dengan wilayah yang luas dapat menentukan kebijaksanaannya ataupun melaksanakannya kebijaksanaan ataupun programnya secara efektif dan efisien melalui system sentralisasi (Bowmen & Hampton, 1983). 
PENDEKATAN KEAMANAN DAN KESEJAHTERAAN PERBATASAN

Sesuai butir 1 lampiran Perpres No.19 Tahun 2006 dari sasaran pembangunan daerah perbatasan, maka DPD-RI menyarankan agar Presiden RI membentuk Badan Pengelola Kawasan Perbatasan di 7 Propinsi yang berbatasan dengan negara tetangga yaitu Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, NTT, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau dan Aceh. 

Badan ini dipimpin oleh masing-masing Gubernur dan anggota-anggotanya terdiri dari Pangdan/Danrem, Kapolda, Danlantamal, Danlanud, Kajati, Imigrasi dan seluruh sektor terkait. Kita tentu menggantungkan banyak harapan dengan Badan seperti ini namun dari substansi persoalan sepertinya Perubahan dan keberpihakkan pada masayarakat yang berdiam di daerah perbatasan yang sudah pasti sangat berbeda psiko-sosiologis ekonominya maupun mental NKRI nya dengan daerah lain.
Perlu kita catat bahwa pemekaran Provinsi Kaltim menjadi Kaltara bukan hanya karena alasan memenuhi keinginan “elit politik“ dan peningkatan Pelayanan Publik atau untuk lebih memperpendek pengawasan dan pengendalian (span of control) saja. Tetapi pemekaran Kaltara ini lebih dari sekedar persoalan perbatasan, yaitu seperti kerawanan tapal batas, penyelundupan, traficking, ilegal loging, illegal fishing, uang palsu, narkoba, terorisme dan masalah strategis lainnya.  

Namun walaupun Presiden SBY telah menutup rapat–rapat keinginan untuk memekarkan daerah baru, maka hendaknya menjadi perhatian kita bersama akan formulasi yang tepat untuk meyakinkan Pemerintah kembali. Kita juga harus bisa meyakinkan Pemerintah bahwa ada persoalan lain yang perlu disikapi. Maka dengan rasa optimistis kita harus sepakat bahwa ada alasan lain yang menjadi tuntutan itu. 

Alasan lain itu antara lain adalah bahwa Kaltara tidak saja menjadi kebutuhan lokal daerah tapi juga menjadi kepentingan Negara. Wilayah ini sebenarnya sangat strategis karena mempunyai ekskalasi regional dan global di suatu saat nanti. Namun sudahkah masing-masing kita memahami alasan ini? Dengan militansi dan konsistensi kita yang solidlah yang akan mampu berargumentasi bahkan menguji kembali alasan Pemerintah menolak keinginan daerah untuk memekarkan diri. Oleh karenya tidak ada pilihan lain bagi kita untuk tidak merapatkan barisan, menyamakan visi dan jangan tergadai oleh vested interest yang dangkal dan tidak beralasan.

MEKANISME KERJA

Keinginan untuk membentuk Provinsi Baru Kaltara sebenarnya sudah lama “ dimainkan” dan digulirkan laksana orang yang bermain bola. Sekarang bola itu sudah dekat di ujung gawang tinggal siapa yang menjadi eksekutornya. Namun karena terkesan bahwa kita saling berebut mencetak gol, akhirnya bola tadi urung dicetak ditendang masuk. Bahkan sekarang bola sudah disemprit oleh Pemerintah, hanya gara–gara persoalan yang bersifat syarat kewilayahan yaitu minimal 5 kabupaten/kota, akhirnya Provinsi Kaltara urung direstui oleh Pemerintah.  

Padahal ketika wacana ini mulai bergulir sebelum tahun 2000, tidak ada halangan-halangan yang berarti, dari segi aturan juga masih match dengan PP no. 129 tahun 2000. Namun setelah lama berupaya ternyata sampai saat ini agenda pembahasan provinsi kaltara masih belum ada tanda–tanda untuk dibahas. Seperti yang kita maklumi bahwa untuk menggolkan sebuah RUU sampai menjadi UU sedikitnya memakan waktu 142 hari sebagaimana tahapan yang diatur dalam Tatib DPR RI .
Sampai saat ini sedikitnya sudah ada 3 tim yang memperjuangkan pembentukan Kaltara selama ini. Pertama adalah Tim bentukan Pemkab Bulungan, yang kedua adalah Presidium Kaltara dan yang terakhir ini adalah Tim Percepatan Pembentukan Kaltara yang dimotori oleh KNPI ke 4 wilayah di utara Provinsi Kalimantan Timur. Tim yang pertama dan kedua lahir pasca kesepakatan MILINEUM di Hotel Mililneum tahun 2004 lalu, dengan segala daya upaya, menguras tenaga dan pikiran untuk menggolkan terbentuknya Kaltara.  

Yang terakhir adalah tim baru Percepatan Pembentukan Kaltara bentukan DPRD Provinsi Kaltim. Seperti tim-tim sebelumnya, sampai saat ini kita mendapat kenyataan bahwa, akibat tidak taktis dan biasnya tim–tim itu dalam bekerja, menjadi penyebab mentahnya aspirasi mulia ini.  

Mestinya kita bisa belajar pada beberapa daerah yang sudah sukses membangun kebersamaan tim sehingga terwujudnya provinsi baru seperti Provinsi Gorontalo dan Sulbar. Upaya-upaya yang dilakukan oleh tim yang mereka bentuk dilakukan dengan sangat sistimatis dan terstruktur dan tidak bias. Layaknya sebuah tim yang sangat kompak, bahkan kita bisa melihat bagaimana mereka memulai wacana dan mengakhirinya dengan suatu kesuksesan yang mampu melunasi segala jerih payah serta terkurasnya banyak energi yang telah dikorbankan.

Apalagi sekarang ini selain keinginan kuat warga Utara Kaltim menginginkan pembentukan Kaltara, kita juga mendapatkan dukungan positif dari wakil di DPD dari utusan Kaltim. Sekarang tinggal bagaimana kekuatan itu disinergikan alias tidak jalan sendiri–sendiri, agar supaya (termasuk yang terpenting adalah) teritorial yang luas ini bisa mendapatkan keutuhan sempurna dengan fasilitas standard dan memadai.  

Termasuk di dalamnya adalah dengan dukungan semangat juang tinggi prajurit TNI dan POLRI, serta tidak kalah pentingnya dukungan moral berupa reaksi positif warga perbatasan akan adanya program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semua itu secara simultan akan dapat mengurangi tingkat kerawanan fisik, sosial dan psikologis masyarakat. Sebab selama ini sering menjadi keluhan masyarakat yang tidak terdengar atau tidak tersuarakan dengan baik.  

Dengan manajemen atau pengelolaan isu-isu perbatasan yang cerdaslah yang akan membawa perbaikan bagi kita bersama, baik bagi masyarakat perbatasan, bagi kepentingan regional dan nasional yang menyangkut kehormatan bangsa bahkan mendukung perdamaian dunia. Termasuk pula dalam hal ini adalah upaya untuk menyederhanakan sistim, infrastruktur dan suprastruktur dalam satu pengelolaan yang lebih fokus, dengan pengelolaan yang terintregrasi dalam satu naungan wilayah Kalimantan Utara. Oleh karena itu tentu kita sebagai warganya akan sangat berharap banyak dengan berdirinya Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).

(Editing seperlunya oleh Dian Kusumanto)

RUU RATIFIKASI PROTOKOL MEMBERANTAS PENYELUNDUPAN MIGRAN APAKAH MASIH BERPIHAK KEPADA NASIB TKI KITA

Nunukan.

RUU ratifikasi PROTOKOL MEMBERANTAS PENYELUNDUPAN MIGRAN yang disosialisasikan Pansus Gabungan Komisi DPR RI di Kabupaten Nunukan tanggal 17 Desember 2008 ini memang terasa sarat tujuan mulia untuk melindungi hak-hak buruh migran.  

Namun dalam prakteknya nanti apakah hak-hak buruh migran itu dapat terlindungi  dengan adanya Kesepakatan bilateral dengan pihak Malaysia.  Kita sebenarnya agak gamang, sebab pihak Malaysia yang selama ini kita ketahui sangat tidak care terhadap warga Negara pendatang....

Kita tunggu saja nanti apakah dengan adanya RUU Cegah tangkal dan pengawasan serta deteksi terhadap traficking bisa berbuat banyak terhadap nasib Buruh migran kita.....wait n see

Senin, 24 November 2008

Sebatik, Setelah Setahun Krisis Ambalat


Suasana di Pasar Batu Tawao Sabah Malaysia, disinilah produk pertanian tradisional dari Pulau Sebatik dipasarkan.  Komoditi yang paling banyak seperti pisang, sayur-sayuran, buah-buahan serta hasil kebun lainnya seperti tandan buah kelapa sawit juga ada.


Penumpang berebut masuk di Speed Boat jurusan Pelabuhan Tarakan.  Disampingnya adalah kapal penumpang kecil jurusan Tawao Malaysia.  Rata-rata sekitar 1.000 orang keluar atau masuk ke Tawao dari Nunukan.  Ini adalah kesibukan setiap harinya Pelabuhan Tunon Taka di Nunukan

Perahu motor yang melayani penyeberangan penumpang dari Sedadap (Pulau Nunukan) ke Mantikas (Pulau Sebatik).  Tarifnya per orang Rp 15.000, alau charter Rp 50.000,- per rit, tapi kadang tergantung negosiasinya.

Suasana kampung Mantikas Desa Setabu di Pulau Sebatik

Peta Kabupaten Nunukan.  Pulau Nunukan ada di sebelah kanan, Pulau Sebatik terpotong sebagian masuk ke wilayah Sabah Malaysia

Sebatik, Setelah Setahun Krisis Ambalat

Senin, 11 Desember 2006 | 02:23 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Sambil mengepulkan asap kreteknya, Marzuki mengamati bagan-bagan yang ada di tengah laut Sulawesi, perbatasan antara Kalimantan Timur dengan Sabah, Malaysia. Di samudera itu, hidupnya bergantung. “Cuma ini keahlian kami,” kata kakek enam cucu itu, Rabu (29/11) lalu di pelabuhan desa Tanjungkarang, Sebatik, Nunukan.

Bagi dia dan Anier, kawan seperantauan dari Bone, Sulawesi Selatan, keberuntungan besar bila mendapat 20 kilogram ikan sekali melaut. Sebab, sejak 2000, saat Malaysia mengizinkan nelayannya menggunakan troll, penghasilan sekitar 300 nelayan di Sebatik langsung anjlok. “Dulu bisa 60 kilo sekali melaut,” kata Anier.

Troll mampu meraup banyak sekali hasil, lantaran bisa menembus kedalaman laut hingga 20 meter. Sementara, pukat yang biasa dipakai nelayan Sebatik, cuma 10 meter. Di bawah kedalaman itulah, ikan teri, makanan favorit warga Malaysia biasa hidup. “Harga teri paling mahal, bisa 7-8 ringgit Malaysia per kilo,” kata Marzuki.

Ringgit, adalah alat tukar yang biasa dipakai penduduk Sebatik dalam bertransaksi bisnis. Di Tawau, Sabah, “pedagang grosir” ikan menunggu nelayan Sebatik menjual dagangannya.

Di Tawau juga semua kebutuhan penduduk Sebatik dipenuhi. Mulai dari popok bayi sampai minuman ringan. Penduduk Sebatik pun bisa kapan saja ke Tawau. “Tinggal minta cap camat Sebatik Barat atau bupati (Nunukan) beres,” kata Kaharuddin, staf humas Kabupaten Nunukan.

Tapi, kehidupan nelayan Sebatik dan Tawau berbeda jauh. Kalau di perbatasan Malaysia itu, para nelayan diperhatikan ketersediaan alat produksinya, seperti bensin dan oli serta alat tangkapnya. Nelayan Indonesia harus membeli oli produksi Petronas seharga 27 ringgit per empat kilo. Bensinnya memang masih Pertamina, tapi harga seliter Premium hampir Rp 7000.

Tingginya harga itu lantaran pasokan masih berasal dari Nunukan dan Balikpapan, dua kota terdekat dari Sebatik. Sebab, Depo Pertamina yang dibangun di Sungai Nyamuk sejak dua tahun lalu tak kunjung rampung.
Pertamina sendiri bukan tak ingin memasok langsung agar nelayan bisa menghemat Rp 2.000 – 3.000 ribu untuk membeli bensin. Namun jika itu dilakukan, menurut seorang pejabat Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), “Potensi untuk diselundupkan ke Malaysia amat besar.”

Sebatik merupakan satu pulau di utara Nunukan Timur yang terbagi dua. Separuh pulau di sebelah utara merupakan bagian Sabah Malaysia, dan di selatan masuk wilayah Indonesia. Pemerintah melalui DKP telah membentuk Tim Kelompok Kerja Pembangunan Kelautan dan Perikanan Terpadu Lintas Sektor untuk Membangun Pulau Sebatik. Tim ini melibatkan 18 departemen, antara lain Departemen Dalam Negeri, Pekerjaan Umum, Energi dan Sumberdaya Mineral, Perindustrian, Perdagangan, Pertahanan, Perhubungan, dan Kementerian Perumahan Rakyat.

Niat membangun Sebatik tak lepas dari keputusan Mahkamah Internasional pada 2002 yang memberikan dua pulau di Laut Sulawesi, Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia. Belakangan, negeri jiran itu kembali mengklaim blok Ambalat yang hanya sejarak sekitar 5 mil laut dari Pulau Sebatik, berdasarkan peta laut buatan mereka pada tahun 1979.

Untuk menunjukkan dukungan politik, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pernah mengunjungi Sebatik dan Nunukan, serta Blok Ambalat yang sedang dipersengketakan pada 7 Maret 2005. Namun, pasca kunjungan itu belum ada perubahan signifikan di Sebatik. "Masih sama," kata Marzuki.

Dua pekan lalu, 27 pejabat dari 11 departemen terkait mengunjungi Sebatik. Kunjungan tersebut, kata Sekretaris Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil, Ali Supardan, agar masing - masing sektor sinergis membangun Sebatik, sebagai pintu gerbang Indonesia dari Malaysia.

Bila dibandingkan dengan Tawau yang hanya berjarak lima mil laut, kondisi Sebatik amat kontras. Melalui teropong, terlihat aktivitas pesisir pantai Malaysia itu layaknya kota metropolitan. Crobong asap pabrik makanan ringan dari cokelat tampak mengepul. Juga berderet kompleks perumahan dan rumah susun, serta mall.

Sebaliknya untuk Sebatik, lima departemen telah menganggarkan dana pembangunan sebesar Rp 52 miliar pada 2007. Sedangkan 13 departemen lainnya belum selesai menghitung anggaran yang akan dikucurkan untuk membangun masa depan di Pulau Sebatik hingga 2009. Yophiandi

BUNG HATTA BAPAK KOPERASI INDONESIA


Mohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Di kota kecil yang indah inilah Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta memiliki enam saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya.

Sejak duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada pergerakan. Sejak tahun 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa. dan Jong Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen Bond.

Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari pentingnya arti keuangan bagi hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik dari iuran anggota maupun dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para anggotanya mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan disiplin selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta.


Masa Studi di Negeri Belanda Pada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar pada Handels Hoge School di Rotterdam. Ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Tahun 1922, perkumpulan ini berganti nama menjadi Indonesische Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Hatta juga mengusahakan agar majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit secara teratur sebagai dasar pengikat antaranggota. Pada tahun 1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923. Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi pada akhir tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara dan hukum administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya yang besar di bidang politik.

Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI pada tanggal 17 Januari 1926. Pada kesempatan itu, ia mengucapkan pidato inaugurasi yang berjudul “Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen”–Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan. Dia mencoba menganalisis struktur ekonomi dunia dan berdasarkan itu, menunjuk landasan kebijaksanaan non-kooperatif.

Sejak tahun 1926 sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua PI. Di bawah kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa menjadi organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia. Sehingga akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPI) PI sebagai pos depan dari pergerakan nasional yang berada di Eropa.

PI melakukan propaganda aktif di luar negeri Belanda. Hampir setiap kongres intemasional di Eropa dimasukinya, dan menerima perkumpulan ini. Selama itu, hampir selalu Hatta sendiri yang memimpin delegasi.

Pada tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama “Indonesia”, Hatta memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis. Tanpa banyak oposisi, “Indonesia” secara resmi diakui oleh kongres. Nama “Indonesia” untuk menyebutkan wilayah Hindia Belanda ketika itu telah benar-benar dikenal kalangan organisasi-organisasi internasional.

Hatta dan pergerakan nasional Indonesia mendapat pengalaman penting di Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, suatu kongres internasional yang diadakan di Brussels tanggal 10-15 Pebruari 1927. Di kongres ini Hatta berkenalan dengan pemimpin-pemimpin pergerakan buruh seperti G. Ledebour dan Edo Fimmen, serta tokoh-tokoh yang kemudian menjadi negarawan-negarawan di Asia dan Afrika seperti Jawaharlal Nehru (India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan Senghor (Afrika). Persahabatan pribadinya dengan Nehru mulai dirintis sejak saat itu.

Pada tahun 1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk memberikan ceramah bagi “Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan” di Gland, Swiss. Judul ceramah Hatta L ‘Indonesie et son Probleme de I’ Independence (Indonesia dan Persoalan Kemerdekaan).

Bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. Pada tanggal 22 Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya dari segala tuduhan. Dalam sidang yang bersejarah itu, Hatta mengemukakan pidato pembelaan yang mengagumkan, yang kemudian diterbitkan sebagai brosur dengan nama “Indonesia Vrij”, dan kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai buku dengan judul Indonesia Merdeka.

Antara tahun 1930-1931, Hatta memusatkan diri kepada studinya serta penulisan karangan untuk majalah Daulat rakjat dan kadang-kadang De Socialist. Ia merencanakan untuk mengakhiri studinya pada pertengahan tahun 1932.

Kembali ke Tanah Air Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933, kesibukan utama Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Rakjat dan melakukan berbagai kegiatan politik, terutama pendidikan kader-kader politik pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Prinsip non-kooperasi selalu ditekankan kepada kader-kadernya.

Reaksi Hatta yang keras terhadap sikap Soekarno sehubungan dengan penahannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang berakhir dengan pembuangan Soekarno ke Ende, Flores, terlihat pada tulisan-tulisannya di Daulat Rakyat, yang berjudul “Soekarno Ditahan” (10 Agustus 1933), “Tragedi Soekarno” (30 Nopember 1933), dan “Sikap Pemimpin” (10 Desember 1933).

Pada bulan Pebruari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah Kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya kepada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Para pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan kemudian dibuang ke Boven Digoel. Seluruhnya berjumlah tujuh orang. Dari kantor Jakarta adalah Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Bondan. Dari kantor Bandung: Maskun Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan Murwoto. Sebelum ke Digoel, mereka dipenjara selama hampir setahun di penjara Glodok dan Cipinang, Jakarta. Di penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul Krisis Ekonomi dan Kapitalisme.

Masa Pembuangan Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya tiba di Tanah Merah, Boven Digoel (Papua). Kepala pemerintahan di sana, Kapten van Langen, menawarkan dua pilihan: bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan harapan nanti akan dikirim pulang ke daerah asal, atau menjadi buangan dengan menerima bahan makanan in natura, dengan tiada harapan akan dipulangkan ke daerah asal. Hatta menjawab, bila dia mau bekerja untuk pemerintah kolonial waktu dia masih di Jakarta, pasti telah menjadi orang besar dengan gaji besar pula. Maka tak perlulah dia ke Tanah Merah untuk menjadi kuli dengan gaji 40 sen sehari.

Dalam pembuangan, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat kabar Pemandangan. Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di Tanah Merah dan dia dapat pula membantu kawan-kawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh buku-bukunya yang khusus dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti. Dengan demikian, Hatta mempunyai cukup banyak bahan untuk memberikan pelajaran kepada kawan-kawannya di pembuangan mengenai ilmu ekonomi, sejarah, dan filsafat. Kumpulan bahan-bahan pelajaran itu di kemudian hari dibukukan dengan judul-judul antara lain, “Pengantar ke Jalan llmu dan Pengetahuan” dan “Alam Pikiran Yunani.” (empat jilid).

Pada bulan Desember 1935, Kapten Wiarda, pengganti van Langen, memberitahukan bahwa tempat pembuangan Hatta dan Sjahrir dipindah ke Bandaneira. Pada Januari 1936 keduanya berangkat ke Bandaneira. Mereka bertemu Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Di Bandaneira, Hatta dan Sjahrir dapat bergaul bebas dengan penduduk setempat dan memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, tatabuku, politik, dan lain-Iain.

Kembali Ke Jawa: Masa Pendudukan Jepang Pada tanggal 3 Pebruari 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Sukabumi. Pada tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada tanggal 22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.

Pada masa pendudukan Jepang, Hatta diminta untuk bekerja sama sebagai penasehat. Hatta mengatakan tentang cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka, dan dia bertanya, apakah Jepang akan menjajah Indonesia? Kepala pemerintahan harian sementara, Mayor Jenderal Harada. menjawab bahwa Jepang tidak akan menjajah. Namun Hatta mengetahui, bahwa Kemerdekaan Indonesia dalam pemahaman Jepang berbeda dengan pengertiannya sendiri. Pengakuan Indonesia Merdeka oleh Jepang perlu bagi Hatta sebagai senjata terhadap Sekutu kelak. Bila Jepang yang fasis itu mau mengakui, apakah sekutu yang demokratis tidak akan mau? Karena itulah maka Jepang selalu didesaknya untuk memberi pengakuan tersebut, yang baru diperoleh pada bulan September 1944.

Selama masa pendudukan Jepang, Hatta tidak banyak bicara. Namun pidato yang diucapkan di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Merdeka) pada tanggaI 8 Desember 1942 menggemparkan banyak kalangan. Ia mengatakan, Indonesia terlepas dari penjajahan imperialisme Belanda. Dan oleh karena itu ia tak ingin menjadi jajahan kembali. Tua dan muda merasakan ini setajam-tajamnya. Bagi pemuda Indonesia, ia Iebih suka melihat Indonesia tenggelam ke dalam lautan daripada mempunyainya sebagai jajahan orang kembali.”

Proklamasi Pada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan Soekamo sebagai Ketua dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia, sembilan dari Pulau Jawa dan dua belas orang dari luar Pulau Jawa.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda (JI Imam Bonjol, sekarang), yang berakhir pada pukul 03.00 pagi keesokan harinya. Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu Soekamo, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik memisahkan diri ke suatu ruangan untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno meminta Hatta menyusun teks proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar Soekarno yang menuliskan kata-kata yang didiktekannya. Setelah pekerjaan itu selesai. mereka membawanya ke ruang tengah, tempat para anggota lainnya menanti.

Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut ditandatangi oleh dua orang saja, Soekarno dan Mohammad Hatta. Semua yang hadir menyambut dengan bertepuk tangan riuh.

Tangal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepat pada jam 10.00 pagi di Jalan Pengangsaan Timur 56 Jakarta.

Tanggal 18 Agustus 1945, Ir Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Drs. Mohammad Hatta diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Soekardjo Wijopranoto mengemukakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus merupakan satu dwitunggal.

Periode Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari usaha Pemerintah Belanda yang ingin menjajah kembali. Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan akibat kecurangan pihak Belanda.

Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947, Bung Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan menyamar sebagai kopilot bernama Abdullah (Pilot pesawat adalah Biju Patnaik yang kemudian menjadi Menteri Baja India di masa Pemerintah Perdana Menteri Morarji Desai). Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum.

Kesukaran dan ancaman yang dihadapi silih berganti. September 1948 PKI melakukan pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan agresi kedua. Presiden dan Wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka. Namun perjuangan Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan terus berkobar di mana-mana. Panglima Besar Soediman melanjutkan memimpin perjuangan bersenjata.

Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag, Bung Hatta yang mengetuai Delegasi Indonesia dalam Konperensi Meja Bundar untuk menerima pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana.

Bung Hatta juga menjadi Perdana Menteri waktu Negara Republik Indonesia Serikat berdiri. Selanjutnya setelah RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bung Hatta kembali menjadi Wakil Presiden.

Periode Tahun 1950-1956 Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis berbagai karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi. Dia juga aktif membimbing gerakan koperasi untuk melaksanakan cita-cita dalam konsepsi ekonominya. Tanggal 12 Juli 1951, Bung Hatta mengucapkan pidato radio untuk menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besamya aktivitas Bung Hatta dalam gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).

Pada tahun 1955, Bung Hatta mengumumkan bahwa apabila parlemen dan konsituante pilihan rakyat sudah terbentuk, ia akan mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Niatnya untuk mengundurkan diri itu diberitahukannya melalui sepucuk surat kepada ketua Perlemen, Mr. Sartono. Tembusan surat dikirimkan kepada Presiden Soekarno. Setelah Konstituante dibuka secara resmi oleh Presiden, Wakil Presiden Hatta mengemukakan kepada Ketua Parlemen bahwa pada tanggal l Desember 1956 ia akan meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Presiden Soekarno berusaha mencegahnya, tetapi Bung Hatta tetap pada pendiriannya.


Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah Mada di Yoyakarta. Pada kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan pidato pengukuhan yang berjudul Lampau dan Datang.

Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI, beberapa gelar akademis juga diperolehnya dari berbagai perguruan tinggi. Universitas Padjadjaran di Bandung mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru besar dalam ilmu politik perekonomian. Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Ekonomi. Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa di bidang ilmu hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul .Menuju Negara Hukum

Pada tahun 1960 Bung Hatta menulis “Demokrasi Kita” dalam majalah Pandji Masyarakat. Sebuah tulisan yang terkenal karena menonjolkan pandangan dan pikiran Bung Hatta mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia waktu itu.

Dalam masa pemerintahan Orde Baru, Bung Hatta lebih merupakan negarawan sesepuh bagi bangsanya daripada seorang politikus.

Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal l8 Nopember 1945 di desa Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi’ah, dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah menikah. Yang pertama dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek. Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar Baridjambek.

Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto menyampaikan kepada Bung Hatta anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi “Bintang Republik Indonesia Kelas I” pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara. Bung Hatta, Proklamator Kemerdekaan dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.

*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia), dari Buku Makam Bung Hatta 1982 dan berbagai sumber)

Senin, 13 Oktober 2008

Militer Asia Pernah Berkiblat ke TNI

Militer Asia Pernah Berkiblat ke TNI
MANTAN WAKASAD LETJEN TNI (PURN) KIKI SYAHNAKRI :

Mungkinkah negara lain menginvasi Indonesia, seperti Amerika Serikat menghajar Irak? Jawabnya: mungkin. Negara lain memiliki seribu satu alasan untuk menyerang Indonesia. Alasan utama, tentu saja, tuntutan ekonomi. Ancaman serangan bukan semata dari negara-negara besar. Negara kecil dan serumpun seperti Malaysia bisa pula melempar ancaman. Baru-baru ini, dikabarkan warga negara Indonesia (WNI) di perbatasan direkrut Askar Wataniah Malaysia sebagai prajurit paramiliter. Mereka bekerja untuk kepentingan pertahanan Malaysia.

Jika invasi itu benar-benar terjadi, mungkinkan Indonesia mampu mempertahankan diri? Jawabnya: harus. Di sinilah makna penting sebuah sistem pertahanan. Indonesia mesti memiliki sistem pertahanan untuk melindungi diri dari invasi asing.

Masih dalam bingkai sistem pertahanan, Indonesia memiliki sejumlah industri strategis yang menunjang pengadaan alat utama sistem persenjataan (alussista). PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, dan PT PAL, adalah secuil industri yang berorientasi pada pengawalan pertahanan kedaulatan negara. Tapi, industri strategis ini sempat dimandulkan IMF (Dana Moneter Internasional) . Negara maju di belakang lembaga keuangan dunia itu tidak rela melihat Indonesia kuat secara militer dan ekonomi.

Untuk pemenuhan alutsista, PT Pindad, misalnya, telah memproduksi belasan ribu unit senapan laras panjang jenis SS2, kendaraan tempur Angkutan Personel Sedang (APS) 6x6. Pindad juga mampu memproduksi panser 6x6 yang tidak kalah hebat dibandingkan panser-panser sejenis seperti Vehiule de l'Avant Blinde (VAV) Renault Trucks, Prancis. Yang tak kalah penting adalah keberadaan 400 ribu personel TNI. Merekalah ujung tombak sistem pertahanan nasional.

Untuk mengupas lebih dalam ihwal sistem pertahanan nasional, wartawan Investor Daily Pamudji Slamet mewawancarai mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri. Selain konsisten mengembalikan fungsi pertahanan TNI, Kiki Syahnakri juga serius menolak politisasi militer. Berikut penuturannya.

Negara besar seperti Indonesia, kekuatan militernya juga harus besar. Selain untuk pertahanan, juga bisa untuk mencegah gangguan ekonomi, seperti illegal logging, illegal fishing, dan illegal mining. Bagaimana menurut Anda?

Memang begitu seharusnya. Negara mana pun pasti akan meng-create suatu sistem pertahanan yang kuat untuk memproteksi dirinya. Swiss, misalnya, sistem pertahanannya dengan memiliterisasi semua rakyat, dengan menggunakan sistem total defense. Prancis pun masih menggunakan total defense.
Indonesia juga memiliki sistem pertahanan. Dan, harusnya lebih canggih dari Prancis serta Amerika Serikat (AS), karena, negara kita adalah negara kepulauan, letaknya strategis.

Bisa Anda deskripsikan lebih rinci?

Kapal induk AS dari armada ketujuh pasti lewat perairan kita. Ekspor/impor AS dari dan ke Timur Tengah juga lewat perairan kita. Enam puluh persen ekspor Australia dan 90% impor Jepang lewat perairan kita. Ciri lain adalah kekayaan sumber daya alam. Kebhinekaan negeri kita juga benar-benar luar biasa. Ada 600 lebih suku di negeri ini. Itu semua harus dilindungi sistem pertahanan yang memadai.

Apakah sistem pertahanan yang kita anut menyerupai sistem di negara lain?

Kebetulan kita sama dengan Prancis, menganut total defense. Namun kita istilahkan sistem pertahanan rakyat semesta (sishankamrata) . Prinsipnya sama, yakni mendayagunakan seluruh potensi bangsa untuk kepentingan pertahanan. Sektor industri, misalnya, dikaitkan dengan industri pertahanan. Masalahnya, sistem pertahanan kita belum terimplementasi, seperti di Prancis atau Singapura. Sampai kini, sishankamrata masih dalam tataran konsep. Kita memerlukan blueprint yang mengatur sistem pertahanan. Untuk ini, drive-nya bisa datang dari Dephan.
Komponen utama sistem pertahanan adalah TNI. Dalam sishankamrata, TNI harus mampu melakukakn tindakan pre emptive stike. Dalam doktrin sishankamrata, untuk menghadapi musuh dari luar, kalau kita yakin dia akan menyerang, kita harus menyerang lebih dulu. Ada pre emptive strike.

Kenapa Irak mudah diserang AS, karena diduga tidak memiliki pabrik senjata. Untuk menyerang RRT dan India yang memiliki pabrik senjata, AS berpikir sepuluh kali. Bagaimana RI yang sesungguhnya punya industri strategis untuk mendukung pertahanan?

Ini tentang industri strategis. Pada saat Presiden Soeharto menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan IMF, industri-industri strategis dinilai sebagai pemborosan. IMF meminta tidak perlu dikembangkan. Kita mengikuti. Sebenarnya bukan karena pemborosan, tapi mereka sengaja membuat industri strategis kita tidak berkembang. Itu adalah cara pandang negara adikuasa yang kapitalis, yang ingin menghisap kekayaan kita. Mereka tidak akan leluasa menghisap kalau Angkatan Bersenjata kita kuat.

Mungkinkah Indonesia mengalami nasib sama dengan Irak?

Kita memiliki kekayaan alam luar biasa. Sekarang, kapitalis AS ada di mana-mana, terutama di pertambangan. Kalau kepentingannya diganggu, dia pasti datang. Masalahnya, kita tidak siap untuk itu. AS tidak akan berani menyerang Tiongkok karena Tiongkok sudah siap.

Untuk membangun angkatan bersenjata diperlukan beberapa syarat. Salah satunya, angkatan bersenjata harus steril dari politik praktis. Rusak kalau angkatan bersenjata berada di kolam politik praktis.

Memisahkan angkatan bersenjata dari politik praktis adalah salah satu agenda reformasi TNI. Apakah reformasi TNI sudah optimal?

Pasti belum. Namun, dibanding institusi lain, yang lebih maju reformasinya TNI. Permasalahan bangsa ini kan bagaimana kita mengatasi kemiskinan, kebodohan, kesehatan masyarakat. Yang paling dekat dengan pekerjaan itu adalah birokrasi, parpol, dan DPR. Jadi, seharusnya yang direformasi adalah birokrasi dan parpol. Jangan TNI terus yang dikejar-kejar.

Presiden kita kan militer, pasti tahu persis kebutuhan TNI?

Pak Harto dulu, TNI juga, tapi dia tidak lakukan penguatan TNI.

Kenapa Pak Harto tidak mau melakukan?

Sebenarnya, TNI kita dulu, sangat kuat. Pada waktu perebutan Irian Barat, era 1960-1965, alutsista kita sangat bagus, dari Rusia. Angkatan bersenjata kita terkuat di Asia Tenggara, bahkan di Asia. Namun, setelah pemberontakan G30S, kita berhadapan dengan komunis, Rusia. Ujung-ujungnya, Rusia tidak memberi spare part dan yang lain.
Kendati begitu, TNI masih disegani. Buktinya, Malaysia melatih satu batalyon kopaskhas-nya (satuan lintas udara) di Batujajar, Bandung. Waktu itu kita menjadi kiblat dari profesionalisme militer di kawasan Asia Tenggara. Profesionalisme kita dianggap berkualitas, padahal senjata kita sudah rontok.

Senjata sudah rontok, tapi masih disegani?

Kenapa Malaysia tidak bersedia dilatih oleh AS atau Inggris? Karena tentara mereka mengerti betul berapa Gurkha (tentara Inggris keturunan Nepal) yang bisa dibunuh oleh TNI. Berapa pula tentara Australia yang berhasil dibunuh oleh RPKAD (Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat) dalam konfrontasi Dwikora.
Namun, ketika TNI mulai intens di politik praktis, mendapat previlege menjadi gubernur dan bupati, kemampuan militer pun terlupakan.

Budaya politik praktis seperti apa yang merusak TNI?

Kerusakan terjadi seiring masuknya budaya poolitik ke tubuh TNI. Dalam budaya politik, siapa yang kuat, dialah yang kita gantoli (gantungi). TNI pun begitu. Akhirnya, karakter (ke-TNI-an)- nya rusak. Dalam buku Hermawan Sulistyo (peneliti LIPI) yang berjudul 'Lawan', ditulis, TNI mengalami degradasi profesionalitas, military competence serta military character. Itu susah diperbaiki. Harus ada sterilisasi politik dan purifikasi militer.

Setelah steril dari politik praktis, langkah apa lagi yang harus diprioritaskan untuk mewujudkan angkatan bersenjata yang kuat?

Anggaran. Selama ini, anggaran angkatan bersenjata amat minim, terutama di Angkatan Darat (AD). Ibarat selimut, ditarik ke atas, di bawah nggak ketutup. Ditarik ke bawah, atas nggak ketutup. Padahal, untuk memelihara kompetensi militer harus melalui pendidikan spesialisasi dengan anggaran besar, biar ada ahli bom, ahli senjata, ahli pionir, ahli perhubungan, dll.

Kenapa pemerintah tidak menaikkan saja anggaran militer RI?

Saya pikir anggaran militer tidak boleh asal dinaikkan. Harus ada terlebih dahulu blueprint pertahanan Indonesia. Dari situ, kita mengetahui arah pengembangan pertahanan kita.

Keterbatasan anggaran mungkin bisa diatasi dengan skala prioritas?

Masalahnya, ada tarik menarik antara pengembangan pendidikan spesialisasi (dikspes) dengan pendidikan pembentukan (diktub). Karena tidak bisa memenangkan dikspes, akhirnya diktub yang mendapat anggaran. Pertimbangannya, tanpa diktub sulit menambah batalyon. Akibatnya, keahlian personel TNI makin hilang.
Menurut saya, anggaran pembelian alutsista, bisa bertahap. Tetapi anggaran pelatihan dan pendidikan tidak boleh dikurangi. Saya sudah sampaikan kritik kepada Panglima TNI (Jenderal Djoko Santoso), waktu masih menjadi KSAD. Saya bilang, jangan mengembangkan satuan (seperti pembentukan batalyon, kodim). Itu menambah beban biaya.
Saya ingatkan, memelihara tentara dalam jumlah besar, namun berkualitas jelek, berbahaya. Pendidikan menembak yang seharusnya ribuan kali, karena tidak ada biaya, hanya puluhan kali. Lalu kesejahteraannya juga jelek.
Nah, Pak Djoko Santoso (Panglima TNI sekarang), rupanya paham, maka dalam Rapim, salah satu kebijakannya adalah mengembangkan kemampuan.

Sebagai negara kepulauan, apakah ke depan Angkatan Udara dan Angkatan Laut yang perlu dikembangkan? Lalu, mungkinkah dominasi Angkatan Darat dikurangi?

Doktrin sishankamrata, selalu dimulai dari pre emptive strike (memukul lebih dulu). Itu hanya bisa dilakukan oleh Angkatan Udara, bukan Angkatan Darat. Lalu ada pertempuran laut teritorial, yang hanya bisa dilakukan oleh Angkatan Laut. Angkatan Darat baru terlibat, setelah serangan lawan masuk ke pantai dan darat. Jadi, doktrinnya memang mengharuskan kita memiliki AL dan AU yang kuat. Doktrin Angkatan Darat adalah menjaga pertahanan pulau-pulau besar.

Lalu, mengapa muncul penilaian bahwa penguatan TNI lebih condong ke Angkatan Darat?

Orde Baru menggunakan Angkatan Darat untuk kepentingan politik. Anggaran yang keluar, pada saat itu, bukan untuk anggaran pertahanan, tetapi untuk anggaran kekaryaan dan lain sebagainya.

Ini soal nama Anda. Kabarnya nama Syahnakri terkait dengan konsep negara kesatuan?

Saya lahir pada 1957, bertepatan dengan perjanjian Linggarjati. Dalam perjanjian itu, secara defacto Indonesia sudah berdaulat. Karena orang tua saya orang pergerakan, keyakinannya kepada kedaulatan dipertegas pada nama saya. Kata Syah berarti 'resmi'. Na dalam bahasa Sunda berarti 'nya', sedangkan KRI adalah Kesatuan Republik Indonesia. Jadi, Syahnakri berarti resminya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi saya, nama itu sangat berpengaruh dan teramat istimewa.

Sumber : http://komid.net/forums/showthread.php?t=2983 (20-02-08)


Kamis, 09 Oktober 2008

Patriotisme : Keindahan dan Kekuatan Bahasa Para Pejuang

Bahasa memberikan peran yang luar biasa bagi para pejuang nasionalisme.  Kemahiran mengungkapkan pikiran secara lisan pada diri para pejuang, menimbulkan dampak yang luar biasa kepada para rakyat,sehingga memungkinkan mereka untuk bersemangat mengikuti ajakannya.

Para pejuang memiliki karakteristik keindahan tersendiri untuk memberikan semangat kebangkitan, membangkitkan kegairahan serta menunjukkan rasa hormat dan pengabdian. Reaksi-reaksi yang diharapkan dapat menimbulkan ilham/membakar emosi pendengar. Keunikan dari segi kebahasaannya, yang nantinya akan dapat memberikan kesan tersendiri.

Gaya bahasa yang digunakannya bersifat ekspresi dan universal nasionalis.  Bahasa yang digunakannya secara spontanitas, namun mampu memikat rakyatnya karena mengandung unsur keindahan dalam berbahasa.

PENDAHULUAN
Gagasan pada dasarnya berwujud buah pikiran, ungkapan perasaan, atau pernyataan kehendak, yang tersimpan pada diri seseorang.Pertukaran gagasan itu sendiri tidak akan dapat berlangsung jika tidak didukung oleh alat penghantar gagasan yang disebut bahasa.  Jika seseorang ingin menyampaikan apa yang dipikirkannya,dirasakannya atau dikehendakinya dengan jelas kepada orang lain, maka bentuk-bentuk bahasa yang dipergunakannya pun haruslah mencerminkan kejelasan.

Demikian halnya pada bidang sejarah, bahasa sebagai penghantar gagasan para pejuang nasionalisme untuk menyampaikan inspirasinya.  Paham nasionalisme Indonesia mulai dikenal di Indonesia pada awal abad ke-20.Nasionalisme adalah suatu paham yang menganggap bahwa kesetiaan tertinggi atas setiap individu hasus diserahkan kepada negara kebangsaan, jadi dalam hal ini negara disamakan dengan bangsa.

Jikalau mungkin segi kebahasaan para pejuang nasionalisme tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia pada zaman sekarang, namun keindahan bahasanya membuat generasinya banyak yang mengikuti jejak nasionalismenya.

BUNG TOMO
Berikut cuplikkan pidato almarhum kakek kita yang gagah berani ketika mengusir bangsa Inggris dari tanah Pertiwi:

Bismillahirrohmanirrohim……

Merdeka!!!Saoedara-soedara ra’jat djelata di seloeroeh Indonesia,………….
Kita diwadjibkan oentoek dalam waktoe jang mereka tentoekan,menjerahkan sendjata-sendjata jang kita reboet dari tentara Djepang.Mereka minta supaja kita datang pada mereka itoe dengan mengangkat tangan.

Mereka telah minta.supaja kita semoea datang kepada mereka itoe dengan membawa bendera poetih….

Pemoeda-pemoeda jang berasal dari Maloekoe,
Pemoepa-pemoeda jang berasal dari Soelawesi,
Pemoeda-pemoeda jang berasal dari Poelaoe Bali,
Pemoeda-pemoeda jang berasal dari Soematra,……………………
telah menoenjoekkan satoe pertahanan jang tidak bisa didjebol,……….

Dengarkanlah ini hai tentara Inggris,
Ini djawaban ra’jat Soerabaja
Ini djawaban pemoeda Indonesia kepada kaoe sekalian Hai tentara Inggris!
Tetapi inilah djawaban kita:

Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin setjarik kain poetih mendjadi merah dan putih,

Maka selama itoe tidak akan kita maoe menjerah kepada siapapoen djuga!
Kita toendjoekkan bahwa kita adalah benar-benar orang jang ingin merdeka.
Dan oentoek kita,saoedara-saoedara,lebih baik kita hantjur leboer daripada tidak merdeka.Sembojan kita tetap:MERDEKA atau MATI.
Allahu Akbar..!Allahu Akbar…!Allahu Akbar…!
MERDEKA!!!

Permulaan pidato Bung Tomo pada kata “Merdeka”,  menunjukkan pengawalan rasa semangat agar perhatian rakyat tertuju padanya.  Perkataan lain “Supaja kita datang pada mereka itoe dengan mengangkat tangan…. dengan membawa bendera poetih…..”.

Mengangkat tangan dan membawa bendera poetih berarti menyerah.
Tetapi Bung Tomo secara spontanitas mengungkapkanya menggunakan majas sinedoks pras prototo (sebagian untuk semua ).

Bung Tomo banyak menggunakan majas paralelisme untuk memperluas dan memperjelas sasarannya,pada kata “ Pemoeda-pemoeda jang berasal dari Malakoe ……Pemoeda-pemoeda jang berasal dari ….”.  
Rasanya tidak ada waktu kosong untuk tidak mengungkapkan gagasanya, jadi selalu ada saja inspirasinya yang begitu menggugah.  Pada kata “Telah menoenjoekkan satoe pertahanan jang tidak bisa dijebol”.  

Kata dijebol terkesan rasa ketangguhan jiwa seorang pahlawan.  
Kata “Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin setjarik kain putih,maka selama itoe tidak akan ganti menjerang mereka itu.”
Kata darah merah menunjukkan selama darah kita masih dapat difungsikan (hidup).
Kain putih menjadi merah dan putih berarti menyerah menjadi menegakkan kembali bendera merah putih/bangkit untuk merdeka .  

Dan juga bandingkan dengan lagu Ari Lasso berikut “Selama jantungku masih berdetak, selama itu pula engkau milikku,selama darahku masih mengalir, cintaku takkan pernah berakhir.”. Selarik lagu tersebut hampir bersesuaian dengan bahasa spontanitas yang digunakan Bung Tomo .  Jadi begitu alamiahnya gaya bahasa yang begitu indah dan sekarang banyak dipakai kata-kata simbolis tersebut oleh para vokalis .

Kalimat yang digunakan terakhir kali oleh Bung Tomo juga menunjukkan kata-kata yang menggugah semangat dengan bersemboyan yang penuh arti yaitu MERDEKA atau MATI. Karakteristiknya terlihat sekali berbahasa nasionalisme ,dengan menggunakan bahasa perulangan ,penggugah semangat,dan peribahasa yang indah.Akhirnya berdampak pada arek-arek Surabaya untuk mempertahankan dari gempuran tentara Inggris,sehingga dikenang sebagai Hari Pahlawan.


PESAN BUNG KARNO

Mungkin kita masih ingat peristiwa 3 Mei 1964 ketika dihadapan ratusan ribu sukarelawan Dwikora Bung Karno dengan lantang berpidato:

“Ini dadaku, mana dadamu?
Kalau Malysia mau konfrontasi ekonomi
Kata hadapi dengan konfrontasi ekonomi
Kalau Malaysia mau konfrontasi politik
Kita hadapi konfrontasi politik
Kalau Malaysia mau konfrontasi militer
Kita hadapi konfrontasi militer”


Kalimatnya juga menggunakan majas paralelisme,yaitu pada kata “kita hadapi……..kalau Malaysia”.
Mungkin itulah karakteristik keindahan bahasanya, terlihat seperti bait pantun. Pada kata ”Ini dadaku, mana dadamu?” menunjukkan rasa berani dan tangguh (menantang) dan bermajas sinedok pras prototo.  Bung Karno secara spontanitas tidak mengatakan “Ini diriku” ,  namun ucapan yang langsung terlontar tersebut bergaya bahasa yang memikat.
Akhirnya sejarah membuktikan Bung Karno tanggap terhadap luka dan kemarahan yang dialami oleh rakyatnya dan terlewatilah masalah tersebut. Akan tetapi perasaan tidak bersahabat dengan Malaysia terus membayangi bagai api dalam sekam.

PESAN MOHAMMAD YAMIN

“Cita-cita persatuan Indonesia itu bukan omong kosong,tetapi memangbenar-benar didukung oleh kekuatan-kekuatan yang timbul pada akar sejarah Indonesia sendiri”
(Disampaikan pada kongres Pemuda 2 di Jakarta 27 Oktober 1928 yang dihadiri oleh berbagai perkumpulan pemuda dan pelajar,dimana ia menjabat sebagai sekertaris).

Dan perkataan lainya “Peninggalan Majapahit, seperti yang diwariskan kepada kita oleh Gajah Mada,kita terima dengan penjagaan sepenuh hati,supaya dapat diturunkan lagi dengan sempurna kepada bangsa yang akan berumah tangga di atas tumpah darah nusantara yang kekar abadi.”

Moh Yamin menggunakan kata “Akar sejarah “yang merupakan kata simbol untuk mengungkapkan pikirannya yang berarti dasar atau pondasi sejarah Indonesia dan kata “Bangsa yang akan berumah tangga di atas tumpah darah nusantara………..”.

Kata simbol berumah tangga berarti berdomisili.Dan tumpah darah nusantara berarti tanah air nusantara.Pejuang nasionalisme mengungkapkan kata simbol tersebut, terasa menyentuh dan semakin memperjelas maksud tujuanya.


PESAN JENDERAL SUDIRMAN

Pesan beliau, “Tempat saya yang terbaik di tengah-tengah anak buah saya,akan meneruskan perjuangan.  Met of zonder pemerintah TNI akan berjuang terus untuk negeri ini “.
Kakek Sudirman sengaja menggunakan bahasa asing, sehingga pencampuran bahasa ini terlihat lebih menunjukkan intelektualitas .  Dan lagi-lagi pejaung nasionalisme menggunakan kata-kata yang dapat membawa hati para rakyatnya dengan mengatakan bahwa,”  Tempat saya yang terbaik ditengah-tengah anak buah saya”.   

Beliau menggunakan kata “anak buah” yang merupakan kata simbolis yang berarti prajurit atau muridnya.Pesan tersebut disampaikannya pada jam –jam terakhir sebelum jatuhnya Yogyakarta dan beliau dalam keadaan sakit,namun rasa semangatnya untuk berbangkit tetap ada.


PESAN DR.R.SOEHARSO

“Right or wrong is my country,lebih-lebih kalau kita tahu,negara kita dalam kedaan bobrok,maka justru saat itu lah kita wajib memperbaikinya”
Pejuang yang satu ini merupakan seorang nasionalisme dan patriotisme. Beliau juga menggunakan bahasa asing. Kata” bobrok” yang ditujukan pada Negara Indonesia, terkesan dalam sekali bila didengar/merendahkan.  
Negara kita berarti memang benar-benar parah kondisinya, sehingga kata-kata pahlawan tersebut diharapkan dapat mengubah keadaan di suatu negara, dengan menyentuh dan mengajak hati rakyatnya.

PESAN SUPRIYADI

“Kita yang berjuang jangan sekali-kali mengharapkan pangkat,kedudukan, dan gaji
Pahlawan nasional tersebut, mengatakan” pangkat ,kedudukan dan gaji “.  Kata tersebut memberikan arti yang hampir berdekatan, yang mana maksudnya jabatan atau kekayaan. Kata tersebut bermajas pararelisme (mengulang kata yang maknanya hampir sama).  Akan tetapi bila ditelaah pada kamus bahasa Indonesia maknanya mungkin saja sedikit berbeda.Pesan tersebut disampaikan saat beliau memimpin suatu pertemuan yang dihadiri oleh anggota PETA.

PESAN ABDUL MUIS

“Jika orang lain bisa,saya pun bisa, mengapa pemuda –pemuda kita tidak bisa,jika memang mau berjuang”
Pesannya tersebut bernada sindiran terhadap pemuda-pemuda Sulawesi.Kalimatnya yang begitu memukau bermajas ironi, paralelisme dan terkesan bersajak a-a-a-a.Pesan tersebut merupakan pengalamannnya di luar negeri kepada para pemuda di Sulawesi.


PESAN PANGERAN SAMBERNYOWO

“Rumangso melu handerbeni,wajib melu hangrungkebi,mulat saliro hangroso wani”

Merupakan prinsip Tri Dharma yang dikembangkan oleh Mangkunegoro I. Pesannya menggunakan Bahasa Jawa ,sehingga terlihat lebih dekat beliaunya dengan Rakyat Jawa. Bahasanya tersebut bersajak a-a-a-a dan menarik sekali bila dibaca.  Arti dari kata-kata itu , adalah merasa ikut memiliki, wajib ikut mempertahankan, mawas diri dan erani bertanggung jawab. Pesan beliau tersebut dapat membangkitkan jiwa cinta tanah air bagi rakyat Indonesia..


PESAN PATIH GAJAH MADA

“Sumpah Palapa,saya tidak akan makan buah palapa  sebelum mempersatukan seluruh Nusantara  di dalam naungan Kerajaan Majapahit”

Gajah Mada adalah seorang patih kepercayaan Prabu Hayam Wuruk(matanggwan) yang yang bersifat satya bhakti aprabhu(setia dengan hati yang ikhlas kepada negara dan Pemegang Mahkota). rasa persatuan dan kesatuaanya sangat tinggi sehingga akhirnya malah mengorbankan dirinya sendiri.  Bahasa dari pesannya begitu indah dan bermajas, karena menggunakan keterkaitan buah palapa .

Kata–katanya sungguh meyakinkan dan percaya diri . Pesannya dinamai Sumpah Palapa , bersimbolkan buah palapa yang mana merupakan buah seperti semangka namun pahit .  Gajah Mada membuat sumpah dan bukan pesan ajakan karena dia menginginkan rakyat mengikutinya sedangkan dia sendiri mencontohkannya dengan menggunakan bahasa meyakinkan (majas pleonasme).  

Bait pesannya yang pertama terdengar indah (bersajak a-a-a-a).  Disini Gajah Mada memberikan nuansa yang berbeda ,yaitu pesannya berupa sumpah.

sumber :  http://kudoni.wordpress.com/2008/08/17/menelusuri-keindahan-bahasa-para-pejuang-nasionalisme/


Rabu, 08 Oktober 2008

Orang Biasa Juga Bisa Jadi Pahlawan

Orang Biasa Juga Bisa Jadi Pahlawan

Setelah penjajah pergi, setelah Bangsa Indonesia ini, diproklamasikan kemerdekaannya tahun 1945 yang lalu, setelah Soekarno, Mohamad Hatta, Sudirman, dan ratusan nama lain telah ditetapkan menjadi Pahlawan nasional, masihkah kita memerlukan pahlawan?

Pengertian Pahlawan Nasional sendiri adalah orang yang berjasa kepada Negara Republik Indonesia serta mereka yang berjuang dalam proses kemerdekaan, sampai dengan 10 November 2006, tercatat telah ada 138 tokoh yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. (Wikipedia).

Menjadi pahlawan nasional memang tidak mudah, berikut ini kriteria seorang calon pahlawan nasional:

Pertama
, Warga Negara Republik Indonesia yang telah meninggal dunia dan semasa hidupnya telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai/merebut/mempertahankan/mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Calon juga telah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara dan telah menghasilkan karya besar yang mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia.

Kedua
, Pengabdian dan perjuangan yang dilakukannya berlangsung hampir sepanjang hidupnya (tidak sesaat) dan melebihi tugas yang diembannya.

Ketiga,
Perjuangan yang dilakukannya mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.

Keempat,
Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan/nasionalisme yang tinggi.

Kelima
, Memiliki akhlak dan moral keagamaan yang tinggi.

Keenam,
Tidak pernah menyerah pada lawan/musuh dalam perjuangan.

Ketujuh,
Dalam riwayat hidupnya tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dapat merusak nilai perjuangannya. (Nina Lubis, PR/10/11/06).

Pahlawan nasional yang berasal dari Banten sendiri, hanya ada satu, yaitu Sultan Ageng Tirtayasa, lahir di Banten pada 1631 dan mangkat pada 1692. Beliau dimakamkan di perkarangan Masjid Banten. Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di Kesultanan Banten pada tahun 1651-1682.

Tentu saja nama-nama besar yang dianggap sebagai pahlawan itu, tidak akan menjadi pahlawan bila tidak ada orang yang mendukungnya, Soekarno tidak akan menjadi pahlawan bila tidak didukung oleh rakyat yang berjuang meneteskan darah dan air mata berperang melawan penjajah, Sultan Ageng Tirtayasa tidak akan bisa berjuang bila tidak didukung oleh prajurit-prajuritnya. Rakyat dan prajurit itu juga jangan dilupakan, pahlawan juga.

Selain, pahlawan nasional pemerintah juga membuka peluang untuk diangkat sebagai perintis kemerdekaan, atau pejuang yang dikelompokan dalam beberapa kategori, diantaranya Pejuang PETA, Pejuang ’45, dan Pejuang Perang Kemerdekaan I dan II. Setelah masa kemerdekaan ada Pejuang Trikora dan Dwikora, Pejuang Seroja (masalah Timor Timur), dan jenis pejuang baru yaitu: untuk pemilik prestasi dalam bidang profesi tertentu, atau pejuang di bidang tertentu (lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, olah raga, dan budaya). (Nina Lubis, PR/10/11/06)

Diluar konteks itu, kita juga mempunyai pahlawan-pahlawan, di Banten misalnya banyak yang menganggap bahwa Ahmad Chotib residen pertama di Banten yang berasal dari Kiai, K.H Wasid Cilegon, dan sederet nama-nama lain, sebagai pahlawan. Orang-orang yang memperjuangkan pembentukan Provinsi Banten, juga dianggap sebagai pahlawan pembentukan Provinsi Banten.
Selain tingkat daerah, masing-masing kelompok malah individu juga mempunyai pahlawannya masing-masing.

Kita juga mengenal guru pahlawan tanpa jasa, TKI pahlawan devisa, dan lain-lain. Seorang suami atau istri yang setia, bekerja keras, adalah pahlawan bagi keluarganya.
Presiden Susilo Bambang Yudoyono setahun lalu, dalam esainya di Majalah Time menulis The Making of A Hero, definisi pahalwan menurut SBY seperti dikutif oleh Chusnan Maghribi untuk Suara Merdeka (10/11/06)

"Heroes are selfless peoples who perform extraordinary acts. The mark of heroes is not necessarily the result of their action, but what they are willing to do for other and for their chosen cause. Even if they fail, their determination lives on for others to follow. Their glory lies not in the achievement, but in the sacrifice." (Susilo Bambang Yudhoyono, Time, 10 Oktober 2005, hal 58).

Pahlawan adalah orang (biasa) yang tidak egois dan berbuat sesuatu yang luar biasa. Penghormatan kepada pahlawan tidak harus selalu dilihat hasilnya. Bahkan jika gagal sekalipun, kemauan kerasnya untuk berbuat sesuatu untuk orang lain akan terus dikenang. Jadi, kebesaran seorang pahlawan tidak diukur dari hasil yang dicapai, melainkan kesediaannya berkorban untuk sesamanya.

Bila mengacu pada pernyataan SBY walaupun banyak pihak memandang, bahwa pernyataan itu sangat kental bernuansa politis, tapi, setidaknya SBY mempunyai pemahaman pahlawan bisa muncul dari mana saja, bisa dari kalangan apa saja.

Ditengah centang perentangnya, persoalan-persoalan yang terjadi, kita bukan hanya membutuhkan orang-orang yang dianggap luar biasa, untuk melakukan kegiatan yang luar biasa, tapi juga orang yang dianggap biasa untuk melakukan hal yang luar biasa.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang hidup pas-pasan, tapi, bisa menahan diri untuk tidak menyalahgunakan kewenanganannya. Petani dengan lahan sawah yang tidak terlalu luas, membanting tulang untuk menyekolahkan anak-anaknya, pemuda yang membuka usaha sehingga beberapa pengangguran direkrut untuk bekerja, pahlawan juga bisa muncul dari lembaga kepolisian, polisi yang menjalankan tugasnya dengan profesional menegakan aturan, tidak mau disogok sana-sini, jadi pahlawan bisa muncul dari mana-mana.

Jadi siapapun, bisa menjadi pahlawan, tergantung kita mau menjadi pahlawan atau tidak, mau menjadi teladan atau tidak, yang jelas bangsa ini termasuk Provinsi Banten sedang menghadapi setumpuk persoalan, mulai kemiskinan, pengangguran, korupsi, kolusi, dan seabrek persoalan lain. Kita membutuhkan dan bisa menjadi pahlawan, berbuat sesuatu untuk keluarga, tetangga, lingkungan, bersama-sama menyelamatkan bangsa.  Serang, 26/10
sumber :  
http://ginanjarhambali.blogspot.com/2007/10/orang-biasa-juga-bisa-jadi-pahlawan.html


Apa kata Bung Karno :

"  ...........veteran sebagaimana berulang-ulang kami nyatakan,
bukanlah bekas pejuang, bukan pula jago kapuk.
Kamu adalah tetap pejuang dan tetap prajurit revolusi.
Bahkan kamu harus tetap menjadi pelopor perjuangan rakyat
sepanjang masa......................"


Inilah amanat tertulis yang dibuat Ir Soekarno dalam peringatan Hari Veteran 10 Agustus 1965.



Salam Perkenalan



Salam Perjuangan !!
Di tengah-tengah semakin menipisnya patriotisme generasi muda kita, kami mencoba untuk membangkitkan lagi.   Dari tapal batas negara di Nunukan, Kaltim, kami segenap Generasi Muda yang tergabung dalam GM FKPPI Cabang 1809 (Ketua Ir. Dian Kusumanto)  beserta Pemuda Panca Marga (PPM) Kabupaten Nunukan (Ketua Ilham Zein, S.Sos. )  mencoba mengapresiasi dan mengingat kembali semangat perjuangan para Pejuang Dwikora.
Blog ini lahir setelah 5 Oktober 2008 dan menjelang peringatan 10 November 2008.  Semoga gagasan ini mendapat dukungan dari semua pihak yang turut prihatin akan nilai-nilai luhur semangat para pejuang.
Kami mengundang Anda semua untuk turut berpartisipasi mengisi komentar, atau mengisi artikel dengan mengirimkan melalui email kami di  komunitasdwikora@gmail.com.
Artikel yang sesuai akan dipertimbangkan dan dimuat dalam blog ini.  Terima kasih.
Salam Perjuangan dari Perbatasan!